Sunday, April 24, 2011

Ujian Akhir Nasional

Greetings and salutation, pembaca. Kita bertemu lagi. Muahahahah. *niatnya ketawa setan*

Setelah beberapa bulan ini gue habiskan untuk bersemedi mencari pencerahan atas masalah putusnya Anang-Syahrini—ehm, permasalahan-permasalahan di sekolah, akhirnya gue menyempatkan diri untuk ngeblog lagi.

Pada post kali ini gue akan mengemukakan pendapat gue perihal (ceilah) pelaksanaan UAN—Ujian Akhir Nasional—SMA yang telah berlangsung beberapa hari yang lalu dan UAN SMP yang baru saja akan dilaksanakan. Ya, UAN. Kenapa UAN? Karena UAN sering disebut juga UN. Hubungannya? Mana gue tau.

Anyhow, Ujian Akhir Nasional atau UAN ini berlangsung setahun sekali dan dialami oleh setiap siswa tahun terakhir SMA dan SMP di Indonesia. UAN menentukan kelulusan siswa—dulunya, sebelum adanya perubahan peraturan bahwa nilai rapot pun akan mempengaruhi kelulusan. Pelaksanaan UAN pun sering diberitakan di TV, tentang bagaimana soal dibagi menjadi lima paket, pendistribusiannya yang dikawal polisi, serta persiapan siswa dalam menghadapi ujian.

Berita-berita tersebut—well, membuat gue bingung. Terutama tentang yang terakhir.

Di berbagai sekolah, doa bersama dilakukan. Guru, siswa, dan orang tua pada nangis-nangisan. Banyak siswa minta doa sana-sini, minta maaf sana-sini. Bahkan ada yang sebelum UAN menyempatkan diri berziarah ke makam.

I mean—hey, people, you're not sending your kids into war. Kalo mereka stress karena UAN, itu malah karena mereka sendiri yang ngebuat UAN jadi menakutkan! Dalam agama pun diajarin, kalau mau sukses harus usaha dan berdoa. Kalau gede doanya doang, mau jadi apa?

Ini akan sama aja kayak ujian biasa—tapi disinilah letak permasalahannya.

Pada ujian biasa, mayoritas siswa terlalu menggampangkan. Mereka menganggap, "Ah, biar aja, masih ada remedial ini kalo nggak tuntas." This is what most Indonesians do: thinking that they still have extra lives. Padahal, kalau udah dibiasain menghadapi ujian dengan serius, seharusnya UAN bukan masalah besar.

Pak Mario Teguh pernah berkata sesuatu seperti ini: "Nanti setelah UAN, anak-anak SMA pada bahagia, gembira, lolos dari jebakan menakutkan. Masuk universitas, ketemu ujian lagi."

Ya. Ini bukan akhir dari perjuangan. Masih banyak ujian-ujian lain di masa mendatang. Dari universitas sampai ke lingkungan kerja pasti ada ujiannya masing-masing. Kalo dari kecil udah stress tiap kali ujian, pada waktu sidang skripsi S1 gue ga heran kalo rambut mereka udah memutih.

Kakak gue juga adalah salah satu siswa yang ngikutin UAN SMA tahun ini. Ada satu saran yang pernah nyokap gue kasih pada awal dia kelas tiga, yaitu: "Agar bisa memenangkan 'perang', 'tentara' menyiapkan banyak 'amunisi'; karena itu, siapkanlah 'amunisi' sebanyak-banyaknya sedini mungkin agar tidak keteteran pada akhirnya."

That's an advice to remember.

Gue nggak menyuruh untuk menggampangkan—santai dan menggampangkan itu dua hal yang berbeda. 'Santai' di sini adalah tidak terburu-buru, yaitu belajar dari jauh hari sedikit demi sedikit, bukannya belajar seluruhnya dalam satu malam.

Serius, tapi santai. Jangan buat jadi menakutkan. Itu saran gue. Dan itu, dulu, cukup berhasil pas gue SMP.

That's for today, class dismissed.

P.S.
I want to say thank you to my dearest friends of XI-IA-A for arranging the birthday party last Tuesday. It was fun! You guys rock!