Thursday, April 22, 2010

Bunga, Bulan, Phoenix, dan Matahari

Suatu hari, pria dan wanita bertemu. Mereka bicara tentang cinta dan harapan.

Sang wanita bertanya, "Kalau aku jadi bunga, kau akan jadi apa?"

"Matahari," jawab sang pria.

Sang wanita heran. Kenapa pria tak ingin menjadi kupu-kupu atau kumbang, yang bisa senantiasa menemaninya hingga akhir waktu?

Ia bertanya lagi, "Kalau aku jadi bulan, kau akan jadi apa?"

"Matahari," jawab pria lagi.

Kedua kalinya sang wanita heran. Kenapa pria ingin menjadi matahari, padahal ia tahu bulan dan matahari tak pernah bertemu?

Sekali lagi, wanita bertanya, "Kalau aku jadi phoenix, kau akan jadi apa?"

"Matahari," pria itu menjawab untuk ketiga kalinya.

Wanita itu kesal. Ia sudah tiga kali berubah, yang terakhir menjadi phoenix yang bisa terbang tinggi melewati matahari, tapi pria tetap saja ingin menjadi matahari. Tanpa berusaha menanyakan alasannya, wanita itu melangkah pergi. Sang pria memandangi kepergiannya dengan sedih.

*

Sebenarnya, kalau saja wanita tinggal lebih lama untuk mendengarkan penjelasannya, mungkin ia akan berubah pikiran.

Alasan kenapa pria memilih menjadi matahari ketika wanita menjadi bunga, karena matahari memberi kehidupan kepada bunga. Tidak sekadar menemani. Membiarkan kecantikan bunga itu tetap abadi tanpa mengharap apapun sebagai bayaran. Pemberian tanpa pamrih, itu alasan pertama.

Alasan kenapa pria juga memilih menjadi matahari ketika wanita menjadi bulan, adalah agar bulan bisa tetap bersinar. Karena sinar bulan merupakan pantulan dari sinar matahari, dan matahari tetap setia memberikan sinarnya meskipun malam tiba, agar manusia bisa mengagumi keindahan bulan, walaupun dirinya terlupakan. Kesetiaan, adalah alasan kedua.

Alasan kenapa pria lagi-lagi memilih menjadi matahari ketika wanita menjadi phoenix yang bisa terbang jauh hingga di atas matahari, adalah agar sang wanita bisa pergi kapan saja, tanpa dirinya untuk menghalang-halangi. Sang phoenix bisa terbang kemana saja, sementara matahari menunggunya dengan cinta yang membara di dalamnya. Ia menjadi matahari yang diam, karena bila sang phoenix ingin kembali, ia akan ada di sana, tak kemana-mana. Lapang dada, itu alasan yang terakhir.

Tapi apa daya, sekarang sang bunga, sang bulan, dan sang phoenix telah pergi. Tinggal ada pria, sendirian bersama matahari di atas sana, dengan cinta yang membara di dalam hati.

==========

Sebenernya ini bukan cerita yang gue buat. Gue denger cerita ini pagi tadi di radio yang gue lupa apa namanya.

Dari cerita ini, kita bisa lihat bahwa niat baik tak selamanya menuai hasil baik. Terlihat dari tindakan sang wanita yang langsung pergi sebelum sang pria sempat menjelaskan maksudnya. Dan, well... gue ngerasa cerita ini sangat besar maknanya. Bagaimana sang wanita dengan kesal pergi ketika sang pria tak menjawab sesuai dengan keinginannya.

Karena cinta begitu rumit, begitu kompleks. Seperti kata Einstein, semua sangat relatif. Tak ada sesuatu pun di dunia ini yang pasti. Seperti bagaimana semua orang di hidup kita datang dan pergi begitu saja. Dan pada akhirnya, hanya akan ada kita dan ketidakpastian itu sendiri.

Tapi gue senang dengan ketidakpastian itu. Karena, dengan tak ada apapun yang pasti, semua akan menjadi kejutan. Dan gue selalu berharap, kejutan yang akan gue dapat adalah kejutan yang menyenangkan.

0 Comments:

Post a Comment

What do you think?