Thursday, May 27, 2010

Between Science And Social

Sebagaimana kita tau, umumnya di SMA ada dua jurusan, yaitu IPS dan IPA. IPS yang menyajikan Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi, dan IPA yang mengujungtombakkan Biologi, Kimia, dan Fisika.

Yah, that's theoritically. Kenyataannya, banyak yang memilih jurusan bukan karena alasan pelajarannya, melainkan karena faktor-faktor X yang berada di dalam dirinya.

Sebagai contoh, kebanyakan masyarakat IPS terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1. Para 'pelarian' dari eksakta. Ya, banyak orang yang memilih IPS karena mereka enggak mau 'ketemu' dengan Fisika, Kimia, dan Matematika IPA yang identik dengan hitung-hitungan.
2. Murid-murid 'buangan'. Bukan maksud menyinggung, tapi memang kenyataannya murid yang naik kelas dengan nilai pas-pasan atau bersyarat, seringkali dimasukkan oleh sekolah ke jurusan IPS.
3. Orang-orang yang ingin belajar Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi. Menurut lo, jumlahnya banyak atau sedikit?

Begitu juga dengan yang masuk jurusan IPA. Sebagian besar adalah orang-orang yang merasa keren bila menyandang titel IPA di punggungnya (atau dadanya? Ah, you got the point). Padahal nantinya, bila mereka ternyata tidak berminat di pelajaran-pelajaran IPA, mereka akan susah sendiri.

Let's see it this way: kalo IPS terus-terusan--seperti yang gue bilang tadi--dijadikan kelas 'buangan', kapan Indonesia akan punya ahli-ahli Geografi dan Sosiologi? Karena yang belajar di jurusan IPS nantinya hanyalah orang-orang dengan anggapan 'Yang Penting Lulus' di otak mereka, enggak peduli ilmunya apa.

Jujur, gue mau masuk IPA. Dan menurut gue, itu rasional; karena nantinya gue ingin melanjutkan ke Teknik Informatika, dan itu butuh dukungan dari ilmu-ilmu di jurusan IPA. Artinya, gue menganggap pilihan gue bertujuan konkrit yang rasional dan positif, yaitu sebagai penunjang masa depan.

Kenapa jarang sekali gue nemuin orang yang memang sengaja masuk IPS karena ia bercita-cita bekerja di BMG, atau ingin berkuliah jurusan Geodesi dan sebagainya, tetapi kebanyakan karena tidak ingin mendapatkan Fisika. Melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu dan melakukan sesuatu untuk tidak mendapatkan sesuatu, gue pikir jelas mana yang lebih efektif.

*

Waktu itu, pas upacara, kepsek gue pernah ngomong, "Seleksi masuk jurusan IPA akan diperketat, makanya jangan main-main."

Pemilihan kalimat yang diskriminatif, sebetulnya. Kenapa hanya IPA? Apa dengan begitu, orang yang ingin masuk IPS boleh main-main? Kenapa enggak seleksi naik kelas yang diperketat, tanpa melihat IPA atau IPS? Karena dengan begitu, semua siswa tidak akan 'main-main' supaya bisa naik kelas.

Jadi kalo menurut gue, sekolah harusnya mengadakan sosialisasi jurusan. Dikenalkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada bila mereka lulus dari jurusan itu nantinya. Ke mana meneruskan kuliah, bidang apa yang mungkin dimasuki, semata agar siswa termotivasi untuk mencapai cita-citanya. Supaya yang nantinya masuk jurusan IPS dan IPA adalah orang-orang yang benar-benar ingin belajar IPS dan IPA. Bukan untuk melarikan diri dari sesuatu.

3 Comments:

Dana Andriana said...

Good post! Untungnya sekolah gue IPS nya bukan anak buangan, tapi emang anak-anak yg berniat dan cita-cita nya di Sosial hehehe :p Gue juga mau IPA nih, tp jadi #galau setelah baca pargraf 4...................

Bobby Priambodo said...

Jangan galau! Bulatkan tekad, kalo yakin pasti ada jalannya kok :D

Anonymous said...

fisika itu menyenangkan kali,,,geografi juga asik,,
jadi ga perlu galau semuanya jika dijalanin dengan niat yang sungguh-sungguh pasti bisa jadi menyenangkan,,hehe
sory ye ikutan komen ni,,
postnya bgus-bgus,menarik gw untuk komen,,

Post a Comment

What do you think?