Anyway, gue udah lama enggak ngeblog lagi (yang kalau saja ada kontes banyak-banyakan ngomong kalimat barusan, mungkin gue bisa masuk tiga besar). Salahkan diri saya. Haduh, saya, gimana sih. Tampaknya ulangan beberapa hari yang lalu itu menghentikan produktivitas gue dalam menulis, baik blog dan yang lainnya. Tapi berita baiknya adalah liburan ini gue berniat menulis lagi, pick it up where I left off.
Sayangnyaaa... berita baik pasti datang dengan berita buruk. Nah, berita buruknya: udah dua hari ini gue sakit. Enggak ada tanda apa-apa, tau-tau ini penyakit nyamber. Hueh. Tiba-tiba gue ngerasa pusing, demam, meriang, pilek, batuk berdahak, dan jadi punya video Ariel-Luna. Oke, yang terakhir ga ada hubungannya.
Dan di minggu ga jelas ini (gue sebut minggu ga jelas, karena ini adalah minggu setelah UAS dimana murid-murid masih diharuskan datang ke sekolah meskipun enggak jelas maksud dan tujuannya apa. Well, you've been there done that.) gue memutuskan untuk tinggal di rumah (enggak, gue bukan sebelomnya tinggal di atas pohon atau apa). Hanya tidur-tiduran di kasur sambil sesekali bangun untuk makan
Ga makna banget sih hidup lo, Bob. Hahhh... *desahan putus asa*
*
Di post kali ini, gue akan membahas tentang lalu lintas di Jakarta. Kenapa? Karena di saat belakangan gue sering naik sepeda ke sekolah, otomatis gue harus menghadapinya setiap pagi dan sore saat berangkat dan pulang. Dan gue yang dulunya selalu dianter bokap naik motor ini tiba-tiba jadi sadar bagaimana lalu lintas di Jakarta itu. Maklum, anak rumahan.
Lalu lintas di Jakarta semrawut dengan mobil dan motor. Pantes aja Jakarta panas, emisi karbon dioksida-nya udah sangat membeludak. *efek pasca-ujian*
Tapi ada satu hal yang ngebuat gue males terjun ke jalanan Jakarta.
Kalau di sepak bola, seberapapun kuatnya lawan, lo masih punya rekan setim yang ngebantu lo untuk mencapai kemenangan. Kalau di sekolah, seberapapun sulitnya ulangan, lo masih punya temen yang bisa dicontekin. Tapi di jalanan, semua berbeda.
Roads are war fields. Tampaknya semua orang berkonspirasi untuk memusuhi satu sama lain (itu namanya bukan konspirasi ya). Hanya ada sedikit banget toleransi sosial di jalan, semua terkalahkan oleh kepentingan individual untuk menuju tujuannya masing-masing. Dan demi tujuan itu, manusia bisa kehilangan mannernya.
Sebagai contoh, kalau tiba-tiba di jalan satu jalur ada truk yang mogok, mobil-mobil dibelakangnya akan 'menyanyikan' klakson nyaring yang bernada kesal. Mereka tidak peduli masalah apa yang menimpa truk dan supir truk, hanya peduli dengan waktu mereka yang terbuang sia-sia. Mereka melampiaskannya dengan memaki-maki dari dalam mobil. Cring, dosa nambah.
Belum lagi kalau ada yang melanggar rambu-rambu, khususnya lampu lalu lintas. Bagi sebagian orang, merah dan hijau adalah hijau. Yang melanggar tak tahu malu menancap gas, dan yang dilanggar, kendaraan yang dilalui jalurnya oleh si pelanggar, membunyikan klakson. Memaki lagi. Nambah dosa lagi.
Jujur, gue enggak akan turun ke jalanan kalau saja jalanan bukan jalan satu-satunya untuk pergi ke tempat yang dituju. Tapi sayangnya, itulah kenyataannya. Walhasil gue harus berhadapan dengan 'musuh-musuh' itu setiap hari. Apalagi gue naik sepeda, mereka naik mobil dan motor. Kalau sampai tabrakan, mereka bayar reparasi, nah gue bayar pemakaman.
Seandainya gue bisa terbang, atau setidaknya seandainya cheat jetpack dari game Grand Theft Auto berlaku di hidup gue, gue pasti udah menggunakannya. Tapi nanti bikin polusi lagi. Haduh, hidup ini susah.
Jadi saran gue,
jangan nyimpen video Ariel-Luna. Entar kena razia loh.
3 Comments:
Ha, ha, yang lagi nunggu mausk university yak..
setuju banget!
kak, masi punya novel putri dari surga? jujur, dulu saya baca itu di tahun 2016-2017 agak lupa dan itu pun di perpus sekolah. rasanya bertahun2 sudah saya masih dihantui rasa penasaran lebih lebih dari novel itu. sampe tahun 2019 silam saya kembali mengulik tentang bio penulis di Facebook apapun itu dan sampai sekarang di 2023 saya masih penasaran pengen baca ulang itu novel ðŸ˜
Post a Comment
What do you think?