Friday, December 05, 2008

Kisah Aneh di Museum Satria Mandala

Kejadian ini terjadi sesungguhnya, meskipun ini semua cerita temen-temen gue, karena gue ga melihat apa-apa, kecuali mungkin hawa dan perubahan suasananya.

Hari itu tanggal 29 November.
Gue bersama temen-temen gue udah niat pergi ke museum itu dari hari rabu. Jadilah kita pada jalan naek bis 46 dari MPR.
Berangkat jam sebelas, kita sampai jam dua belas kurang sedikit.
Dengan membayar tiket seharga Rp. 750 per orang, kami berdelapan yaitu gue, Fikri, Yara, Intan, Muthia, Sharvina, Erza, sama Farhan masuk ke museum.
Kita melihat diorama-diorama tentang perang-perang di Indonesia, lalu ada ruangan Jendral Sudirman, Letnan Oerip, juga Pak Harto. Semua kita lalui dengan biasa aja, memperhatikan, membaca, foto, lalu berjalan lagi.
Ruangan dilanjutkan dengan diorama lagi. Di sana juga terdapat patung-patung BKR, TNI, dan beberapa organisasi perjuangan Indonesia lainnya. Di ruangan ini sebenarnya juga sudah terjadi perubahan suasana, tapi sejauh ini belum terjadi apa-apa.
Kami turun ke ruang senjata. Di sini suasananya lebih menyenangkan (entah karena efek keramik putih di ubin atau sesuatu yang lain). Kami, seperti biasa, berfoto bersama, mencoba memegang beberapa senjata berat (yang sebenarnya dilarang).
Keluar dari ruang senjata, kami melalui jalan yang bercabang dua, satu mengarah ke hangar pesawat dan satu ke sebuah rumah, yang kalau tidak salah adalah rumah Bung Karno (atau istrinya, gue ga begitu ingat). Kami memutuskan untuk ke rumah tersebut dahulu. Melewati pintu kami di sambut oleh lukisan besar (entah siapa yang tergambar di situ gue ga terlalu memperhatikan). Perhatian gue beralih melihat plang bertuliskan 'Ruang Diorama III' dengan anak panah menunjuk ke atas tangga. Kami menaiki tangga tersebut, dan sampai pada ruangan gelap yang luas.
Di sinilah kisah anehnya di mulai. Fikri berhenti sebentar sebelum masuk, tapi ia ga mengatakan apa-apa. begitu pula Erza. Gue ga bertanya apa-apa kepada mereka, melainkan langsung menuju ke diorama yang pertama. Yang lain pun mengikuti gue. Setelah itu gue tahu, bahwa alasan Erza dan Fikri terdiam itu adalah karena melihat seseorang di ujung ruangan gelap itu. Sesaat mereka mengira itu manusia biasa, tapi perkiraan tersebut sirna ketika orang tersebut berjalan ke sisi lain ruangan, kemudian menghilang.
Kami keluar--Fikri agak tersandung saat menuruni tangga dan hampir jatuh menimpaku. Dia berkata dia merasa ada sesuatu yang memegang kakinya saat dia berjalan. Kami berjalan ke jalan yang satu lagi. Sebelum ke hangar ada sebuah gedung (gue lupa nama gedungnya). Kami memutuskan untuk masuk, karena melihat bahwa di dalamnya terdapat ruang diorama lagi.
Kami menyapa penjaga gedung itu dan berkeliling di lantai satu. Setelah cukup puas, kami naik ke lantai dua.
Bahkan saat baru menapakkan kaki di lantai dua, suasananya sudah sangat berbeda. Pengap. Sangat pengap. Seakan tidak ada udara ataupun ventilasi di lantai tersebut. Gue udah pernah ke sana sebelumnya, dan menganggap ini biasa saja. Tapi kenyataannya tidak seperti itu.
Seperti biasa, membaca petunjuk, melihat diorama, berfoto. Tetapi satu hal yang agak membuat gue merinding. Pada salah satu diorama, Fikri memotret diorama agak terlalu jauh, sehingga bayangan yang ada di kaca terpantul sebagian.
Dari sebagian itu terlihat dari dada kebawah ada gue dengan kaos biru muda dan bergambar di sebelah kiri, Fikri dengan kaos hitam kebiruan di sebelah kanan, dan seseorang, berjaket hitam dan berkaos putih polos, berdiri di tengah. Karena hanya dada kebawah, kami tak dapat melihat wajah orang tersebut. Perlu di tegaskan bahwa di antara kami berdelapan TIDAK ADA yang memakai kaos putih, apalagi jaket. Dan gue sangat yakin bahwa di lantai dua hanya ada kami berdelapan. Setelah melihat foto tersebut kami memutuskan untuk turun. Sebelum turun, Fikri mengakui bahwa ada tangan yang terjulur dari balik bahunya, mencoba menangkapnya. Untung Fikri menghindar, dan tangan itupun menghilang. Tapi ini di ceritakan setelah kami keluar dari gedung, karena Fikri juga tidak mengharapkan kami ribut keluar, karena 4 orang dari kami adalah perempuan, apalagi Muthia yang paling tidak berani dengan yang begituan.
Kami setelah itu pergi ke hangar. Untungnya hangar ini terdapat di lapangan terbuka, sehingga sinar matahari pun membuat kita nyaman. Kami masih berfoto-foto sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang.
Cerita di atas adalah rangkaian cerita yang gue simpulkan dari cerita temen-temen gue. Dan mereka yakin bahwa cerita itu benar adanya. Tapi jangan sampai cerita ini mengurangi niat kita untuk belajar di museum Satria Mandala. Karena kalau kita datang dengan niat baik, insya Allah kita akan di hindarkan dari gangguan-gangguan seperti itu. Tetaplah percaya kepada Yang Maha Kuasa.

6 Comments:

Anonymous said...

wakakakka dasar :P

Anonymous said...

hahahhahaha, bwt smw bg yg membaca blog ini harap percaya karna bnr adanya

Azizah said...

masa sihh?? kemarin tanggal 15-19 juli 2010 gue observasi disana selama kurang lebih 5 jam-an tapi nggak ada hal-hal aneh disitu, malah gue kebagian ngapalin diorama di deket jendela tapi ngaa ada apa apa (?)

Unknown said...

masa sihh?? kemarin tanggal 15-19 juli 2010 gue observasi disana selama kurang lebih 5 jam-an tapi nggak ada hal-hal aneh disitu, malah gue kebagian ngapalin diorama di deket jendela tapi ngaa ada apa apa (?)

Unknown said...

maksud gue deket KACA yang gede itu bukan JENDELA (salah ngetik) :D

beerliana said...

Emng kerasa bgt bedanya hawa disana apalagi jarang bgt orng berkunjung huhu gaberani deh sendiri kesana

Post a Comment

What do you think?