Wednesday, February 24, 2010

Twitter di tangan mereka

I have been in the twitter world for long; at least, long enough to know what kind of people that use it. Dan gue agak miris dengan perkembangan jejaring sosial ini, khususnya di Indonesia.

Seperti yang kita semua tahu, mayoritas pengguna jejaring sosial--atau setidaknya yang paling berperan--adalah para remaja, such as myself, yang notabene bersifat temperamen dan labil. Kayak nama yang mulai ngetren: ababil, atau ABG labil. Dan para remaja itu pun tidak sedikit yang terdaftar di twitter, setidaknya sejak tahun lalu ketika twitter mulai terkenal.

Ada satu kecenderungan yang gue selalu liat dimana pun remaja berkumpul, yaitu membuat peraturan mereka sendiri.

Dalam facebook dan friendster, hal itu enggak terlalu keliatan, mungkin dikarenakan mereka punya halaman berbeda untuk tiap orang yang ada di dalamnya. Tapi twitter? Apa yang lo tulis bisa langsung diliat ratusan orang yang ngefollow, belum lagi kalo itu diretweet sama follower lo, second degree, third degree and so on. Jutaan orang bisa tahu apa yang lo tulis dalam batas 140 karakter itu.

Ditinjau dari satu sisi, hal ini--dilihat jutaan orang--ada positifnya. Contohnya adalah saat gempa di Padang, aksi terorisme yang berbuah gerakan IndonesiaUnite, dan bencana Haiti. Orang-orang akan tahu dan peduli bahkan menyumbang untuk hal tersebut.

Tapi kalo diliat lagi, sisi negatifnya juga ada. Seperti blog post gue sebelumnya tentang Marsha, kemudian kasus Mario Teguh baru-baru ini. Dari satu tulisan membuat mereka diserang dari berbagai arah. Keterangan terbaru adalah Marsha diberi skorsing satu minggu dan denda sejumlah uang untuk kerugian sponsor sekolahnya yang mengundurkan diri. Maksud gue, is it really necessary?

Masih banyak contoh yang lain, tapi yang mau gue katakan adalah, seperti kata pepatah, mulutmu harimaumu. Kita enggak tahu betapa besarnya kekuatan massa. Hey, Presiden Soeharto aja bisa digulingkan.

*

Okay, so now I'm trying to make a list of what they've done in twitter:

1. Gelar 'Bacoters'
'Bacoters' adalah gelar bagi orang-orang yang suka 'ngebacot' atau banyak ngetweet. Dan kalo udah diakui pengikutnya bahwa ia adalah seorang 'bacoters', bangganya minta ampun. I mean, hey, 'bacot' is not even an Indonesian word. Well, 'bacoters', seperti yang mereka bilang sendiri, suka nyampah (ngetweet dalam jumlah banyak tanpa maksud). Dan mereka senang kalo udah menuhin timeline orang dengan update sejenis 'gue lagi kangen' 'laper nih' atau 'ujan-ujan gini enaknya ngapain ya?'.

2. Follower Beggar
Familiar dengan kata-kata 'I need 2 more followers, please!' dan sejenisnya? Gue iya. Oke, jadi misalkan kalo dua orang udah ngefollow lo, what would you do? Throw a party and greet your undersea friends? Oh, itu liriknya Owl City.

3. Limit
'#infolimit si @username limit, RT yang baik!'
Suppose I have RT'd it. What will I get? What favor will it do for you and the limit-person?

4. So-called Love Quotes account
Seperti yang gue sebut di blog post sebelumnya, akun yang isinya kata-kata yang cenderung terlalu cengeng untuk cinta. That is not a quote, itu curhat. Both are different. Dan sayangnya, akun-akun kayak gini mulai menjamur di twitter, menjadi semacam tren.

5. Alasan Males
I often see this:
'Gara-gara twitter jadi males belajar, males ngerjain tugas, blah blah blah.'
Oke, twitter ngebuat gue males. Males nulis. Alasannya, karena apa yang ada dipikiran gue udah tertuang di twitter sebelum gue sempet nuangin dalam tulisan. Tapi ngebuat gue males belajar? A big no, khususnya kalo lo udah tau apa yang mau lo lakuin di masa depan. Lo tau, ini kayak enggak bisa buang air besar terus nyalahin kloset.

6. Trending Topics
Paling sedikit satu kali seminggu, ada aja trending topics yang berasal dari tweet-tweet remaja-remaja di Indonesia. 'Gak', 'RT buruan', 'YANG MAU DI', 'Sama RT', 'RTLAHHH', 'Wajib' adalah beberapa diantaranya. Bahkan akun twitter What The Trend, @wtt, yang kerjanya mendefinisikan setiap trending topic yang ada, menganggap topik-topik yang berasal dari kata-kata bahasa Indonesia yang isinya enggak penting itu mengganggu dan membuang-buang waktu. Jadi orang-orang asing mungkin akan menganggap kita pribumi yang banyak bicara omong kosong dan makin merendahkan Indonesia di mata dunia.

*

Mungkin ini menimbulkan pertanyaan: kenapa gue nulis para remaja itu sebagai 'mereka', seolah-olah gue bukan seorang remaja dari Indonesia? Itu karena gue di sini bicara mayoritas. Enggak semua remaja kayak begini; beberapa cukup dewasa untuk bersikap, beberapa masa bodoh karena punya kehidupan yang lebih bermakna, dan beberapa lainnya yang bahkan enggak tau twitter. Tapi kebanyakan remaja yang tergabung dalam situs jejaring sosial adalah seperti yang gue tulis di atas.

Gue enggak bermaksud menggurui, menyudutkan, atau menghina siapapun dengan tulisan ini. Yang mau gue bilang hanyalah kita harus berpikir sebelum bertindak, karena niat baik belum tentu menuai hasil yang baik.

0 Comments:

Post a Comment

What do you think?