Di posting kali ini, gue akan ngebahas hal yang cukup simpel: susahnya belajar.
Yep, kayaknya kalo kita denger kata matematika, fisika, dan kawan-kawan sejenisnya, yang langsung terlintas di pikiran kita adalah: SUSAH. Karena susah itu, bawaannya jadi males. Kalo guru nerangin, penyakit ngantuk akan datang dalam hitungan detik. Alhasil, nilai-nilai amburadul.
Lalu, gimana cara ngatasinnya?
Dari dulu, banyak motivator-motivator yang pernah gue liat; entah di TV, di sekolah, atau di event-event tertentu. Dan ketika membicarakan kiat-kiat menghadapi masalah dalam kerjaan atawa belajar, mereka sampai pada kesimpulan yang sama:
Everything is hard only when you think it is.
Atau dalam bahasa indo: Segala sesuatu akan susah, kalo kita berpikir bahwa hal itu susah.
Bingung? Pegangan.
Jadi maksudnya gini. Segala kesusahan itu berasal dari pikiran kita sendiri. Kalo kita mikir, contoh, ngejait itu susah, maka sampai kapan pun kita ga akan bisa ngejait. Begitu halnya dengan pelajaran. Selama kita berpikir bahwa suatu mata pelajaran itu susah, maka sampai kapanpun juga akan tetep susah. Dan tipikal orang indonesia mayoritas: begitu ketemu sesuatu yang susah, cenderung memilih untuk menghindar.
Our mind does the trick. Berkaitan dengan posting sebelumnya, paradigma-paradigma seperti matematika adalah suatu momok menakutkan yang menjadikannya seperti itu. Buang aja pikiran kayak gitu, dan mulai melihat semua hal seakan itu hal yang gampang.
Sama aja dengan menggampangkan dong? Nggak. Sama sekali beda. Menggampangkan adalah kata lain dari meremehkan, yang artinya menganggap sesuatu tidak penting. Coba perhatiin dua kalimat berikut:
"Fisika itu gampang, dan gue pasti bisa."
"Fisika mah gampang, nanti aja juga bisa."
Kalimat pertama menggambarkan bahwa fisika itu gampang, karena itu gue harus bisa. Sedangkan kalimat kedua menyiratkan bahwa fisika itu tidak penting dan bisa dikerjakan nanti-nanti aja. Well, menggampangkan adalah pangkal dari prokrastinasi.
Kadang, penyebab utama kita males belajar matematika adalah ketika buka buku, angka-angka suram nan bikin pusing datang menyambut. Coba ganti di pikiran kita kata-kata 'suram nan bikin pusing' itu dengan kata-kata 'asyik dan menyenangkan'. Ulang terus dalem hati, hingga kata-kata itu masuk ke otak kita. And guess what, matematika bener-bener jadi sesuatu yang menyenangkan.
Tapi dasar dari semua ini adalah niat dan kemauan. Walaupun kita udah ngulang kata-kata di atas sejuta kali juga kalo kita enggak niat percuma aja. Mau belajar matematika, mau ngerti fisika, and God will show the way. Kalo enggak ada kemauan sih, yah, sama aja bodong. Eh, boong.
So... let's keep it simple and easy, shall we?
Ciao.
Thursday, January 28, 2010
Sunday, January 24, 2010
Posting Iseng
Hey-oh. Udah lama tidak bersua.
Entah kenapa kayaknya belakangan ini gue sibuk banget. Dari sekolah, nulis cerpen, ngebalesin e-mail (ya, ini juga sibuk), dan yang paling bikin sibuk itu proyek desain web gue dari sebulan yang lalu, yang alhamdulillah sekarang udah selesai. Dan gue dapet honor deh. Ihiy.
Anyway, ketika disela-sela kesibukan itu gue lagi ga ngapa-ngapain, sekarang gue jadi sering nonton TV. Sekarang lagi marak-maraknya kasus pembobolan ATM. Udah gitu, sempet tersiar kabar katanya bank yang kebobolan itu mau ngeblokir ATM-ATM lainnya selama beberapa saat. Miris juga ngeliat korban yang ATMnya kebobolan. Mendingan lain kali simpen di bawah bantal aja deh.
Selain kasus pembobolan ATM, ada lagi yang tak kalah serunya: pemeriksaan dubur anak jalanan.
Pertama kali gue liat berita ini di koran, gue takjub.
Apa saking udah ga ada kerjaannya, mereka nyari hobi baru?
Ini udah melanggar HAM dong. Bukan, bukan ham daging babi. Well, yah, tau lah.
Ya know, sekarang gue males mikirin negara. I know I shouldn't, but I can't help it. Lebih enak mikirin sekolah gue aja.
Entah kenapa kayaknya belakangan ini gue sibuk banget. Dari sekolah, nulis cerpen, ngebalesin e-mail (ya, ini juga sibuk), dan yang paling bikin sibuk itu proyek desain web gue dari sebulan yang lalu, yang alhamdulillah sekarang udah selesai. Dan gue dapet honor deh. Ihiy.
Anyway, ketika disela-sela kesibukan itu gue lagi ga ngapa-ngapain, sekarang gue jadi sering nonton TV. Sekarang lagi marak-maraknya kasus pembobolan ATM. Udah gitu, sempet tersiar kabar katanya bank yang kebobolan itu mau ngeblokir ATM-ATM lainnya selama beberapa saat. Miris juga ngeliat korban yang ATMnya kebobolan. Mendingan lain kali simpen di bawah bantal aja deh.
Selain kasus pembobolan ATM, ada lagi yang tak kalah serunya: pemeriksaan dubur anak jalanan.
Pertama kali gue liat berita ini di koran, gue takjub.
Apa saking udah ga ada kerjaannya, mereka nyari hobi baru?
Ini udah melanggar HAM dong. Bukan, bukan ham daging babi. Well, yah, tau lah.
Ya know, sekarang gue males mikirin negara. I know I shouldn't, but I can't help it. Lebih enak mikirin sekolah gue aja.
Sunday, January 17, 2010
Paradigma Kuno Itu
Udah lama posting tentang hal yang ga keruan, sekarang mau posting tentang sesuatu yang (agak) berguna aah. Lagi pengen ngomongin pendidikan di Indonesia nih. Sok pintar? Well, coba sekali-sekali buka UUD '45 dan liat ada pasal yang menyebutkan tentang kebebasan berpendapat. So, here I am.
As we know, Indonesia emang level pendidikannya masih--yah, kalo ga mau dibilang rendah--menengah. Dan itu terkadang memunculkan pertanyaan di kepala gue: apa yang ngebuat Indonesia ga bisa maju?
Apa karena pemerintah enggak peduli? Mereka udah ngasih fasilitas kok.
Apa karena kita ga punya guru kompeten? Ada banyak malah, dari yang masih muda sampe yang jalannya sempoyongan dan ubanan.
Gue sering baca buku-buku tentang orang-orang sukses dari Indonesia. Mereka--mayoritas berada di luar negeri--sekarang udah menikmati hasil kesuksesan mereka. Mereka pun dulunya bersekolah di Indonesia. Lalu, kenapa mereka bisa sukses?
Maaf, pertanyaan di atas tadi salah. 'Kenapa' terlalu menjurus kepada latar belakang. Pertanyaan itu bisa dijawab dengan 'karena mereka pintar', 'karena mereka orang kaya', atau segelintir jawaban-jawaban pemakluman yang lainnya. Jadi, pertanyaan itu gue ubah menjadi: bagaimana mereka bisa sukses?
Jawabannya, karena mereka mempunyai keinginan kuat untuk sukses. Dan mereka sadar, bahwa kesuksesan (kecuali bagi mereka yang emang punya tingkat keberuntungan sangat tinggi) didasari oleh pendidikan yang mapan. Karena itu, mereka punya keinginan yang juga kuat untuk menuntut ilmu.
Tapi dari buku yang gue baca, orang-orang sukses tersebut hanya berada di angka tiga ratus sampai empat ratus orang. Sedangkan kita tau, penduduk Indonesia ada dua ratus juta lebih. Lantas, apa yang salah dengan yang lain?
Dari semua buku-buku itu, gue bisa menyimpulkan satu hal: bahwa yang salah, tak lain adalah mindset. Ya. Inget nggak waktu Anda bersekolah, baik yang udah lulus maupun masih, pernah terpikir hal-hal berikut ini:
- Setelah weekend, hari Senin adalah momok yang menakutkan.
- Menuntut liburan lebih, bahkan kadang meminta sekolah ditiadakan.
- Benci pelajaran, benci guru, benci matematika, fisika, kimia, dan lain-lain.
Ya. Paradigma bahwa sekolah adalah sesuatu yang 'menakutkan' dan merupakan 'kewajiban yang dipaksakan' melekat begitu erat di kepala anak-anak Indonesia. Hal ini telah terjadi bertahun-tahun, sehingga anggapan itu udah tertanam dalam.
Di twitter adalah contoh paling jelas. Ya, timeline gue setiap harinya selalu ada keluhan dari anak-anak sekolah tentang betapa mereka berharap sekolah bukan merupakan keharusan. I'm not blaming them, though. Seperti yang gue bilang tadi, kita negara demokratis yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Tapi jujur, pas gue ngebaca tulisan-tulisan itu, gue ngerasa agak... yah... kasian.
Ga bisa nutup mata juga, gue dulu kayak gitu. Dan perubahan terjadi pas gue naik kelas dua SMP. Gue saat itu sadar, bahwa demi menggapai mimpi-mimpi gue, cuma bisa dengan jalan belajar. Gue nggak mau nggantungin hidup gue hanya dengan setitik keberuntungan yang mungkin bisa ngebuat gue jadi orang paling sukses di dunia sekalipun. Semua itu butuh perjuangan.
Gue ngerasa, tahun dimana Indonesia bisa maju adalah tahun ketika pelajar-pelajar Indonesia telah mempunyai keinginan untuk belajar yang kuat.
Gimana untuk punya keinginan itu? Sederhana, mulai aja dari nentuin tujuan hidup. Buat aja cita-cita yang tinggi namun rasional. Dan ketika cita-cita itu udah pasti, berjanjilah ke diri sendiri: Gue akan jadi seperti apa yang gue mau, dan gue akan melakukan apapun untuk itu.
Karena dari janji itu, kita bisa sadar, bahwa cita-cita ga mungkin dateng kayak buah mangga mateng yang jatoh dari pohon (again, kecuali untuk segelintir orang-orang beruntung itu), melainkan melalui sebuah perjuangan. Dan perjuangan itu mulai dari hal kecil: sekolah.
Kenapa sekolah? Karena semua bidang selalu ada proses pembelajaran. Mau jadi pengusaha, harus sekolah manajemen. Mau jadi penyanyi, masuk sekolah musik. Mau jadi penari, ikut kursus. Mau jadi pilot dan dokter aja juga perlu sekolah. Kecuali kalo cita-cita lo mau jadi tukang gali sumur atau tukang becak yang hanya mengandalkan fisik, maka sekolah adalah kebutuhan sekunder.
Really, prinsip dan tujuan hidup punya peran penting dalam kesuksesan. Untuk yang paling deket, kesuksesan di sekolah dulu aja.
Mungkin gue udah bicara terlalu banyak untuk seorang anak SMA berusia lima belas tahun. Atau mungkin ada juga yang bilang, 'Omongan lo kecepetan tiga puluh tahun, bung!'. Well, yeah. Gue pengen ada perubahan. Kayak omongan dari salah satu episode Mario Teguh Golden Ways:
Banyak orang yang takut akan perubahan. Saya tak salahkan itu, karena tak ada jaminan bahwa perubahan akan menjadikan sesuatu lebih baik. Tapi coba perhatikan ini: bagaimana kita bisa menjadi lebih baik tanpa adanya perubahan?
Ya, gue pengen ada perubahan. Kita semua ingin jadi lebih baik. Dan itu kembali ke diri kita lagi. Siapkah kita untuk melakukannya?
As we know, Indonesia emang level pendidikannya masih--yah, kalo ga mau dibilang rendah--menengah. Dan itu terkadang memunculkan pertanyaan di kepala gue: apa yang ngebuat Indonesia ga bisa maju?
Apa karena pemerintah enggak peduli? Mereka udah ngasih fasilitas kok.
Apa karena kita ga punya guru kompeten? Ada banyak malah, dari yang masih muda sampe yang jalannya sempoyongan dan ubanan.
Gue sering baca buku-buku tentang orang-orang sukses dari Indonesia. Mereka--mayoritas berada di luar negeri--sekarang udah menikmati hasil kesuksesan mereka. Mereka pun dulunya bersekolah di Indonesia. Lalu, kenapa mereka bisa sukses?
Maaf, pertanyaan di atas tadi salah. 'Kenapa' terlalu menjurus kepada latar belakang. Pertanyaan itu bisa dijawab dengan 'karena mereka pintar', 'karena mereka orang kaya', atau segelintir jawaban-jawaban pemakluman yang lainnya. Jadi, pertanyaan itu gue ubah menjadi: bagaimana mereka bisa sukses?
Jawabannya, karena mereka mempunyai keinginan kuat untuk sukses. Dan mereka sadar, bahwa kesuksesan (kecuali bagi mereka yang emang punya tingkat keberuntungan sangat tinggi) didasari oleh pendidikan yang mapan. Karena itu, mereka punya keinginan yang juga kuat untuk menuntut ilmu.
Tapi dari buku yang gue baca, orang-orang sukses tersebut hanya berada di angka tiga ratus sampai empat ratus orang. Sedangkan kita tau, penduduk Indonesia ada dua ratus juta lebih. Lantas, apa yang salah dengan yang lain?
Dari semua buku-buku itu, gue bisa menyimpulkan satu hal: bahwa yang salah, tak lain adalah mindset. Ya. Inget nggak waktu Anda bersekolah, baik yang udah lulus maupun masih, pernah terpikir hal-hal berikut ini:
- Setelah weekend, hari Senin adalah momok yang menakutkan.
- Menuntut liburan lebih, bahkan kadang meminta sekolah ditiadakan.
- Benci pelajaran, benci guru, benci matematika, fisika, kimia, dan lain-lain.
Ya. Paradigma bahwa sekolah adalah sesuatu yang 'menakutkan' dan merupakan 'kewajiban yang dipaksakan' melekat begitu erat di kepala anak-anak Indonesia. Hal ini telah terjadi bertahun-tahun, sehingga anggapan itu udah tertanam dalam.
Di twitter adalah contoh paling jelas. Ya, timeline gue setiap harinya selalu ada keluhan dari anak-anak sekolah tentang betapa mereka berharap sekolah bukan merupakan keharusan. I'm not blaming them, though. Seperti yang gue bilang tadi, kita negara demokratis yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Tapi jujur, pas gue ngebaca tulisan-tulisan itu, gue ngerasa agak... yah... kasian.
Ga bisa nutup mata juga, gue dulu kayak gitu. Dan perubahan terjadi pas gue naik kelas dua SMP. Gue saat itu sadar, bahwa demi menggapai mimpi-mimpi gue, cuma bisa dengan jalan belajar. Gue nggak mau nggantungin hidup gue hanya dengan setitik keberuntungan yang mungkin bisa ngebuat gue jadi orang paling sukses di dunia sekalipun. Semua itu butuh perjuangan.
Gue ngerasa, tahun dimana Indonesia bisa maju adalah tahun ketika pelajar-pelajar Indonesia telah mempunyai keinginan untuk belajar yang kuat.
Gimana untuk punya keinginan itu? Sederhana, mulai aja dari nentuin tujuan hidup. Buat aja cita-cita yang tinggi namun rasional. Dan ketika cita-cita itu udah pasti, berjanjilah ke diri sendiri: Gue akan jadi seperti apa yang gue mau, dan gue akan melakukan apapun untuk itu.
Karena dari janji itu, kita bisa sadar, bahwa cita-cita ga mungkin dateng kayak buah mangga mateng yang jatoh dari pohon (again, kecuali untuk segelintir orang-orang beruntung itu), melainkan melalui sebuah perjuangan. Dan perjuangan itu mulai dari hal kecil: sekolah.
Kenapa sekolah? Karena semua bidang selalu ada proses pembelajaran. Mau jadi pengusaha, harus sekolah manajemen. Mau jadi penyanyi, masuk sekolah musik. Mau jadi penari, ikut kursus. Mau jadi pilot dan dokter aja juga perlu sekolah. Kecuali kalo cita-cita lo mau jadi tukang gali sumur atau tukang becak yang hanya mengandalkan fisik, maka sekolah adalah kebutuhan sekunder.
Really, prinsip dan tujuan hidup punya peran penting dalam kesuksesan. Untuk yang paling deket, kesuksesan di sekolah dulu aja.
Mungkin gue udah bicara terlalu banyak untuk seorang anak SMA berusia lima belas tahun. Atau mungkin ada juga yang bilang, 'Omongan lo kecepetan tiga puluh tahun, bung!'. Well, yeah. Gue pengen ada perubahan. Kayak omongan dari salah satu episode Mario Teguh Golden Ways:
Banyak orang yang takut akan perubahan. Saya tak salahkan itu, karena tak ada jaminan bahwa perubahan akan menjadikan sesuatu lebih baik. Tapi coba perhatikan ini: bagaimana kita bisa menjadi lebih baik tanpa adanya perubahan?
Ya, gue pengen ada perubahan. Kita semua ingin jadi lebih baik. Dan itu kembali ke diri kita lagi. Siapkah kita untuk melakukannya?
Thursday, January 14, 2010
The Ol' Fairy Tales
Hai. Malem-malem tiba-tiba pengen posting.
Ada yang masih inget sama fairy tale jaman dulu? You know... kayak Cinderella, Little Red Riding Hood, Beauty and the Beast, Little Mermaid, Snow White, The Little Match-Seller, Three Little Pigs, dan yang lainnya. You see, cerita-cerita itu mengisi masa kecil gue; memberi harapan, membiarkan imajinasi gue melayang saat ngebaca buku tentang cerita-cerita itu. Padahal dulu gue aja masih sering ngiler.
Tapi bisa terlihat di jaman sekarang, cerita-cerita tadi hampir ga pernah diceritakan lagi. Apalagi ke anak-anak kecil. Yah, mungkin di antara mereka ada yang tau Cinderella, atau setidaknya pernah denger. Tapi kalo disuruh nyeritain lagi, kira-kira bisa enggak?
Coba deh, luangin waktu sebentar untuk baca-baca atau nonton lagi buku-buku dan film tentang cerita-cerita di atas. Disadari ataupun enggak, fairy tale yang notabene punya happy ending--walaupun di cerita gadis penjual korek api endingnya happy buat dia, tapi sedih buat yang baca--sebenernya sangat bagus buat anak-anak.
I'm not a child expert or anything, tapi seenggaknya gue tau bahwa cerita-cerita itu lebih bermanfaat daripada shitnetron atau drama reality di TV yang tayang setiap hari. Really... apa adu mulut, tonjok-tonjokan, nangis-nangisan, suap-suapan (?) pantes diliat ama anak kecil? Op kors not.
Untungnya Disney udah memfilmkan banyak di antara fairy tale itu sehingga lebih gampang dan asik diliat. Tapi mengingat itu film kartun lama... masih ada ga sih yang jual?
Si pacar pernah bilang, dia kalo udah jadi ibu nantinya, dia bakal nyeritain cerita-cerita itu sebagai bedtime stories, dongeng pengantar tidur, ke anak-anaknya.
Wow, itu pemikiran yang bagus. Boleh daftar jadi anak ga?
*
Anyway, gue baru ngegugel dan nemu link yang isinya dongeng-dongeng, dan di dalemnya tercakup fairy tales. Liat aja link di bawah ini.
http://www.dongengkakrico.com/index.php?option=com_content&view=category&id=61&Itemid=95
Sayangnya fairy tale-nya dalam bahasa Inggris, jadi kalo buat yang ga biasa... yah, coba aja pake TransTool. Walaupun hasil terjemahannya nanti bakal kayak orang Afrika pedalaman yang nyoba ngomong bahasa Inggris.
Have a great time, humans. Goodnight.
Ada yang masih inget sama fairy tale jaman dulu? You know... kayak Cinderella, Little Red Riding Hood, Beauty and the Beast, Little Mermaid, Snow White, The Little Match-Seller, Three Little Pigs, dan yang lainnya. You see, cerita-cerita itu mengisi masa kecil gue; memberi harapan, membiarkan imajinasi gue melayang saat ngebaca buku tentang cerita-cerita itu. Padahal dulu gue aja masih sering ngiler.
Tapi bisa terlihat di jaman sekarang, cerita-cerita tadi hampir ga pernah diceritakan lagi. Apalagi ke anak-anak kecil. Yah, mungkin di antara mereka ada yang tau Cinderella, atau setidaknya pernah denger. Tapi kalo disuruh nyeritain lagi, kira-kira bisa enggak?
Coba deh, luangin waktu sebentar untuk baca-baca atau nonton lagi buku-buku dan film tentang cerita-cerita di atas. Disadari ataupun enggak, fairy tale yang notabene punya happy ending--walaupun di cerita gadis penjual korek api endingnya happy buat dia, tapi sedih buat yang baca--sebenernya sangat bagus buat anak-anak.
I'm not a child expert or anything, tapi seenggaknya gue tau bahwa cerita-cerita itu lebih bermanfaat daripada shitnetron atau drama reality di TV yang tayang setiap hari. Really... apa adu mulut, tonjok-tonjokan, nangis-nangisan, suap-suapan (?) pantes diliat ama anak kecil? Op kors not.
Untungnya Disney udah memfilmkan banyak di antara fairy tale itu sehingga lebih gampang dan asik diliat. Tapi mengingat itu film kartun lama... masih ada ga sih yang jual?
Si pacar pernah bilang, dia kalo udah jadi ibu nantinya, dia bakal nyeritain cerita-cerita itu sebagai bedtime stories, dongeng pengantar tidur, ke anak-anaknya.
Wow, itu pemikiran yang bagus. Boleh daftar jadi anak ga?
*
Anyway, gue baru ngegugel dan nemu link yang isinya dongeng-dongeng, dan di dalemnya tercakup fairy tales. Liat aja link di bawah ini.
http://www.dongengkakrico.com/index.php?option=com_content&view=category&id=61&Itemid=95
Sayangnya fairy tale-nya dalam bahasa Inggris, jadi kalo buat yang ga biasa... yah, coba aja pake TransTool. Walaupun hasil terjemahannya nanti bakal kayak orang Afrika pedalaman yang nyoba ngomong bahasa Inggris.
Have a great time, humans. Goodnight.
Sunday, January 10, 2010
First post of the year, lad
Mari menulis lagi... hmm.
Mula-mula gue ucapin selamat tahun baru 2010. Udah telat sih, soalnya sekarang aja udah tanggal sepuluh. Ah, tapi daripada enggak sama sekali, ya kan?
Ya know, bagi sebagian orang, tahun baru adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu. Klimaks. Saat dimana orang-orang beramai-ramai memanjatkan doa agar tahun yang baru datang ini membawa berkah dan kesenangan yang belom sempet tercapai di tahun sebelumnya. Enggak salah juga, yah, soalnya tahun baru udah jadi kayak simbol, tanda untuk (kalo kata orang) membuka lembaran baru.
Jujur di tahun baru kali ini, gue ga melakukan kegiatan yang spesial. Paling gue cuma ngebuat tujuan-tujuan yang harus gue capai di tahun ini. That's it. Ga ada pesta, barbeque, main petasan, atau kegiatan hura-hura lainnya. Kalaupun ada, satu-satunya kegiatan hura-hura yang terjadi di rumah gue adalah ketika adek gue teriak-teriak ngeliat kecoa.
Sepuluh hari di tahun yang baru ini udah berjalan tanpa insiden yang berarti. Kecuali kalo ribut-ribut di twitter gara-gara seorang anak cewek yang ngatain kalo pengguna blackberry itu alay masuk itungan. Man, people really are getting mad these days.
Anyway, sekarang gue udah mulai sekolah lagi. Tepatnya dari tanggal tiga kemaren. For a guy who thinks of nothing but future, masuk sekolah kembali ini sangat menyenangkan. Ah, ya. Gue seneng sekolah. Really, guys. Dapet ilmu, dapet nilai. What could be better?
Gue mulai terdengar kayak fanatik sekolah yang selalu sekolah 24/7 sambil les catur dua kali seminggu.
Ah udah ah, omongan gue udah ngelantur. See ya on the next post, guys.
Mula-mula gue ucapin selamat tahun baru 2010. Udah telat sih, soalnya sekarang aja udah tanggal sepuluh. Ah, tapi daripada enggak sama sekali, ya kan?
Ya know, bagi sebagian orang, tahun baru adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu. Klimaks. Saat dimana orang-orang beramai-ramai memanjatkan doa agar tahun yang baru datang ini membawa berkah dan kesenangan yang belom sempet tercapai di tahun sebelumnya. Enggak salah juga, yah, soalnya tahun baru udah jadi kayak simbol, tanda untuk (kalo kata orang) membuka lembaran baru.
Jujur di tahun baru kali ini, gue ga melakukan kegiatan yang spesial. Paling gue cuma ngebuat tujuan-tujuan yang harus gue capai di tahun ini. That's it. Ga ada pesta, barbeque, main petasan, atau kegiatan hura-hura lainnya. Kalaupun ada, satu-satunya kegiatan hura-hura yang terjadi di rumah gue adalah ketika adek gue teriak-teriak ngeliat kecoa.
Sepuluh hari di tahun yang baru ini udah berjalan tanpa insiden yang berarti. Kecuali kalo ribut-ribut di twitter gara-gara seorang anak cewek yang ngatain kalo pengguna blackberry itu alay masuk itungan. Man, people really are getting mad these days.
Anyway, sekarang gue udah mulai sekolah lagi. Tepatnya dari tanggal tiga kemaren. For a guy who thinks of nothing but future, masuk sekolah kembali ini sangat menyenangkan. Ah, ya. Gue seneng sekolah. Really, guys. Dapet ilmu, dapet nilai. What could be better?
Gue mulai terdengar kayak fanatik sekolah yang selalu sekolah 24/7 sambil les catur dua kali seminggu.
Ah udah ah, omongan gue udah ngelantur. See ya on the next post, guys.
Subscribe to:
Posts (Atom)