Sunday, January 17, 2010

Paradigma Kuno Itu

Udah lama posting tentang hal yang ga keruan, sekarang mau posting tentang sesuatu yang (agak) berguna aah. Lagi pengen ngomongin pendidikan di Indonesia nih. Sok pintar? Well, coba sekali-sekali buka UUD '45 dan liat ada pasal yang menyebutkan tentang kebebasan berpendapat. So, here I am.

As we know, Indonesia emang level pendidikannya masih--yah, kalo ga mau dibilang rendah--menengah. Dan itu terkadang memunculkan pertanyaan di kepala gue: apa yang ngebuat Indonesia ga bisa maju?

Apa karena pemerintah enggak peduli? Mereka udah ngasih fasilitas kok.
Apa karena kita ga punya guru kompeten? Ada banyak malah, dari yang masih muda sampe yang jalannya sempoyongan dan ubanan.

Gue sering baca buku-buku tentang orang-orang sukses dari Indonesia. Mereka--mayoritas berada di luar negeri--sekarang udah menikmati hasil kesuksesan mereka. Mereka pun dulunya bersekolah di Indonesia. Lalu, kenapa mereka bisa sukses?

Maaf, pertanyaan di atas tadi salah. 'Kenapa' terlalu menjurus kepada latar belakang. Pertanyaan itu bisa dijawab dengan 'karena mereka pintar', 'karena mereka orang kaya', atau segelintir jawaban-jawaban pemakluman yang lainnya. Jadi, pertanyaan itu gue ubah menjadi: bagaimana mereka bisa sukses?

Jawabannya, karena mereka mempunyai keinginan kuat untuk sukses. Dan mereka sadar, bahwa kesuksesan (kecuali bagi mereka yang emang punya tingkat keberuntungan sangat tinggi) didasari oleh pendidikan yang mapan. Karena itu, mereka punya keinginan yang juga kuat untuk menuntut ilmu.

Tapi dari buku yang gue baca, orang-orang sukses tersebut hanya berada di angka tiga ratus sampai empat ratus orang. Sedangkan kita tau, penduduk Indonesia ada dua ratus juta lebih. Lantas, apa yang salah dengan yang lain?

Dari semua buku-buku itu, gue bisa menyimpulkan satu hal: bahwa yang salah, tak lain adalah mindset. Ya. Inget nggak waktu Anda bersekolah, baik yang udah lulus maupun masih, pernah terpikir hal-hal berikut ini:
- Setelah weekend, hari Senin adalah momok yang menakutkan.
- Menuntut liburan lebih, bahkan kadang meminta sekolah ditiadakan.
- Benci pelajaran, benci guru, benci matematika, fisika, kimia, dan lain-lain.

Ya. Paradigma bahwa sekolah adalah sesuatu yang 'menakutkan' dan merupakan 'kewajiban yang dipaksakan' melekat begitu erat di kepala anak-anak Indonesia. Hal ini telah terjadi bertahun-tahun, sehingga anggapan itu udah tertanam dalam.

Di twitter adalah contoh paling jelas. Ya, timeline gue setiap harinya selalu ada keluhan dari anak-anak sekolah tentang betapa mereka berharap sekolah bukan merupakan keharusan. I'm not blaming them, though. Seperti yang gue bilang tadi, kita negara demokratis yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Tapi jujur, pas gue ngebaca tulisan-tulisan itu, gue ngerasa agak... yah... kasian.

Ga bisa nutup mata juga, gue dulu kayak gitu. Dan perubahan terjadi pas gue naik kelas dua SMP. Gue saat itu sadar, bahwa demi menggapai mimpi-mimpi gue, cuma bisa dengan jalan belajar. Gue nggak mau nggantungin hidup gue hanya dengan setitik keberuntungan yang mungkin bisa ngebuat gue jadi orang paling sukses di dunia sekalipun. Semua itu butuh perjuangan.

Gue ngerasa, tahun dimana Indonesia bisa maju adalah tahun ketika pelajar-pelajar Indonesia telah mempunyai keinginan untuk belajar yang kuat.

Gimana untuk punya keinginan itu? Sederhana, mulai aja dari nentuin tujuan hidup. Buat aja cita-cita yang tinggi namun rasional. Dan ketika cita-cita itu udah pasti, berjanjilah ke diri sendiri: Gue akan jadi seperti apa yang gue mau, dan gue akan melakukan apapun untuk itu.

Karena dari janji itu, kita bisa sadar, bahwa cita-cita ga mungkin dateng kayak buah mangga mateng yang jatoh dari pohon (again, kecuali untuk segelintir orang-orang beruntung itu), melainkan melalui sebuah perjuangan. Dan perjuangan itu mulai dari hal kecil: sekolah.

Kenapa sekolah? Karena semua bidang selalu ada proses pembelajaran. Mau jadi pengusaha, harus sekolah manajemen. Mau jadi penyanyi, masuk sekolah musik. Mau jadi penari, ikut kursus. Mau jadi pilot dan dokter aja juga perlu sekolah. Kecuali kalo cita-cita lo mau jadi tukang gali sumur atau tukang becak yang hanya mengandalkan fisik, maka sekolah adalah kebutuhan sekunder.

Really, prinsip dan tujuan hidup punya peran penting dalam kesuksesan. Untuk yang paling deket, kesuksesan di sekolah dulu aja.

Mungkin gue udah bicara terlalu banyak untuk seorang anak SMA berusia lima belas tahun. Atau mungkin ada juga yang bilang, 'Omongan lo kecepetan tiga puluh tahun, bung!'. Well, yeah. Gue pengen ada perubahan. Kayak omongan dari salah satu episode Mario Teguh Golden Ways:

Banyak orang yang takut akan perubahan. Saya tak salahkan itu, karena tak ada jaminan bahwa perubahan akan menjadikan sesuatu lebih baik. Tapi coba perhatikan ini: bagaimana kita bisa menjadi lebih baik tanpa adanya perubahan?

Ya, gue pengen ada perubahan. Kita semua ingin jadi lebih baik. Dan itu kembali ke diri kita lagi. Siapkah kita untuk melakukannya?

0 Comments:

Post a Comment

What do you think?