Sepertinya makin ke sini gue makin bingung akan cewek. Hell, banyak yang di sekitar gue dan bahkan mereka nggak melirikkan sebelah mata mereka (emang bisa, ya?) ke arah gue. Damn, life is peachy for sure. Mungkin emang belom saatnya gue punya seseorang yang bisa ngertiin gue, sejak gue merasa hanya gue sendiri yang ngerti tentang bagaimana gue. Mungkin gue agak berlebihan, I don't know.
Hem, harapan gue untuk si 'dia' yang waktu itu gue bilang kayaknya udah ilang dari otak dan hati gue. Udahlah, gue males juga ngejar-ngejarnya. Target sudah hilang. Ngomong-ngomong target, gue sih lagi dalam penetapan target akan seorang anak cewek di sekolah gue juga. Anaknya manis, sih. Tapi gue juga nggak mau terlalu berharap. Bahkan yang tau kalo gue suka sama dia baru Fikri doang. Karena dia juga udah ngebuka rahasianya ama gue, jadi wajiblah gue membuka kartu gue. Dan sialnya, hal itu membuat kita berdua memegang kartu as masing-masing. Sekali salah, bisa kebuka dan ancur semuanya. Uah.
Kembali ke anak yang tadi, ciri-cirinya sih masih khas gue. Rambut pendek sebahu, muka ngangenin, lucu, dan (keliatannya) nggak sombong. Gue sih berharap aja, semoga kisah yang gue buat nggak mendapat unhappy ending like Raditya Dika's stories had. Sori bang Radith, untuk urusan cinta gue nggak mau ikut-ikutan elu dah. Haha.
Oh, iya. gue berniat untuk menuliskan cerita gue dalam proses pendekatan sama dia di blog ini. Untuk seterusnya, gue akan menuliskan dia sebagai 'yang diharapkan', minjem istilahnya Bang Radith. Hehe.
Eniwei, dammit, tadi gue pulang ketemu dia. Dan itu membuat gue semakin menggila. Hiaagghh. Dua hari yang lalu gue sempet chat sama dia. Ngobrol, dan nomor hp pun sukses gue dapet. Tapi apa yang gue lakukan? Nggak berani sama sekali untuk mengirim sms ke dia. Di draft gue pesannya berbunyi:
'Hei, ini Bobby. Save nomer gue ya.'
I don't know, entah kenapa semakin gue baca tulisan itu semakin terdengar bodoh. Nggak mencerminkan maksud gue sebenernya. Dan, gue nggak bisa mengumpulkan keberanian untuk bahkan mengetik nomornya. Damn, gue butuh kitab PDKT!
Hem, harapan gue untuk si 'dia' yang waktu itu gue bilang kayaknya udah ilang dari otak dan hati gue. Udahlah, gue males juga ngejar-ngejarnya. Target sudah hilang. Ngomong-ngomong target, gue sih lagi dalam penetapan target akan seorang anak cewek di sekolah gue juga. Anaknya manis, sih. Tapi gue juga nggak mau terlalu berharap. Bahkan yang tau kalo gue suka sama dia baru Fikri doang. Karena dia juga udah ngebuka rahasianya ama gue, jadi wajiblah gue membuka kartu gue. Dan sialnya, hal itu membuat kita berdua memegang kartu as masing-masing. Sekali salah, bisa kebuka dan ancur semuanya. Uah.
Kembali ke anak yang tadi, ciri-cirinya sih masih khas gue. Rambut pendek sebahu, muka ngangenin, lucu, dan (keliatannya) nggak sombong. Gue sih berharap aja, semoga kisah yang gue buat nggak mendapat unhappy ending like Raditya Dika's stories had. Sori bang Radith, untuk urusan cinta gue nggak mau ikut-ikutan elu dah. Haha.
Oh, iya. gue berniat untuk menuliskan cerita gue dalam proses pendekatan sama dia di blog ini. Untuk seterusnya, gue akan menuliskan dia sebagai 'yang diharapkan', minjem istilahnya Bang Radith. Hehe.
Eniwei, dammit, tadi gue pulang ketemu dia. Dan itu membuat gue semakin menggila. Hiaagghh. Dua hari yang lalu gue sempet chat sama dia. Ngobrol, dan nomor hp pun sukses gue dapet. Tapi apa yang gue lakukan? Nggak berani sama sekali untuk mengirim sms ke dia. Di draft gue pesannya berbunyi:
'Hei, ini Bobby. Save nomer gue ya.'
I don't know, entah kenapa semakin gue baca tulisan itu semakin terdengar bodoh. Nggak mencerminkan maksud gue sebenernya. Dan, gue nggak bisa mengumpulkan keberanian untuk bahkan mengetik nomornya. Damn, gue butuh kitab PDKT!
3 Comments:
jahat udah punya target baru nggak ngasih tau gue
pengen ngasih tau sih. tapi ntar juga lo tau sendiri, kalo emang bener nin. haha.
hahahha dasar
Post a Comment
What do you think?