Saturday, April 18, 2009

Texas Cockroaches Massacre

Gue nggak takut ama kecoa, cuma geli.

Ada cerita yang nambah perasaan geli gue :
Gue pernah lagi nginep di hotel, dan kebangun tengah malem. Gue nggak sempet ngeliat jam, tapi perkiraan gue sih jam satu. Dan kebiasaan bangun tengah malem itu pasti diikuti ama kebiasaan susah tidur. Jadi gue hanya bisa tiduran, diem aja, sambil sekali-sekali merem, nyoba buat tidur.

Buka mata, tutup, buka, tutup, buka lagi dan gue ngeliat sesuatu yang agak sedikit sekadar mengagetkan : kecoa!

Serangga coklat kecil ber-antena dan berkaki enam serta bersayap itu berjalan dengan santai di kasur gue. Dia muter-muter sebentar. Antenanya bekerja ke kiri dan ke kanan, mungkin dia tertarik ama kaki gue yang wangi tapi tertutup selimut itu. Tiba-tiba dia naik ke selimut gue di bagian kaki, makin lama menuju ke atas, menuju kepala gue.

Gue pertama ngira kecoa itu bakal ngomong ke gue, 'Mas, saya mau ke toilet. Lewat mana ya?'.

Tapi setelah beberapa kali memutar otak sepertinya kemungkinan itu adalah satu banding seribu. Selain gue nggak ngerti bahasa kecoa, dan gue bisa ngeliat bahwa dia nggak lagi nyari toilet dari sorot matanya. Emang keliatan, ya?

Akhirnya gue melakukan hal yang terlintas di pikiran gue : Melakukan gerakan-gerakan ekstrim agar kecoa tersebut terbang dan pergi. Usaha gue berhasil, dia terbang. Tapi nggak pergi. Malah terbang ke arah gue.

Gue teriak.

Dengan volume sekecil-kecilnya agar keluarga gue nggak ada yang bangun dan menampar-nampar udara, berusaha membuat kecoa itu pergi. Dan gue berhasil lagi. Kecoa itu pergi, entah karena takut ama tamparan gue atau takut sama bau mulut gue.

Untungnya setelah itu kecoa tadi nggak balik-balik lagi. Dan gue, untungnya juga, bisa langsung tidur setelah itu.

* * *

Tapi sekarang, pandangan gue agak berubah dengan kecoa.

Gue baru pulang atletik. Melewati jalan Danau Towuti bersama Dimas dan Hakim. Gue masih di ujung jalan, ketika gue melihat pemandangan yang menyedihkan.

Asap, asap di mana-mana. Fogging, gue kenal baunya dan bunyi alat yang seperti gergaji mesin itu mengingatkan gue sama film Texas Chainsaw Massacre. Di film itu, sekelompok anak-anak remaja di hantui sama orang gila yang membawa chainsaw. Tapi di sini, korbannya adalah kecoa.

Kecoa-kecoa itu puluhan, bahkan ratusan. Ada yang mati, sekarat, masih hidup, dan mencari-cari keluarga mereka. Kecoa itu diinjak, diracun, diusir dari rumah mereka.

Salah satu kecoa itu ada yang berjalan kearah gue. Seekor serangga yang sedang sekarat.

'Tuan, apakah anda lihat keluarga saya?' tanya kecoa itu.

'Sayang sekali nggak. Emang gimana ciri-cirinya?' gue bales bertanya.

Kecoa itu berpikir sesaat, 'Istriku berwarna coklat, dan anakku punya antena yang ukuran sebelah kanan lebih pendek dari yang kiri. Apa itu bisa membantu?'

Gue dan Dimas berpandang-pandangan. Setidaknya ada seratus lima puluh kecoa berwarna coklat di sini. Dan kita akan disangka orang gila kalo ngukur antenanya satu-satu.

'Bagaimana?' tanya kecoa sekarat itu penuh harap.

'Errr...' Dimas hendak menjawab, tapi sebelum kata-katanya keluar, kecoa itu seperti tak bisa nafas, berputar putar tiga kali, dan jatuh. Dia mati.

Sekali lagi, gue dan Dimas liat-liatan.
Dimas berkata dengan penuh penyesalan,
'Dia jadi singit.'

Perasaan gue campur aduk. Selain sedih karena tidak bisa menolong kecoa malang itu, gue juga heran kenapa gue jadi bisa bahasa kecoa. Apa kecoa itu yang bisa bahasa orang?

Kecoa juga punya hak untuk hidup. Pembantaian ini melanggar Hak Asasi Kecoa, yang dibuat oleh presiden bangsa Kecoa pada saat dunia masih penuh penjajahan. Bangsa kecoa itupun saat itu sudah merdeka. Bebas dari gangguan. Tapi saat ini manusia hanya bisa merusak tempat hidup mereka.

Gue sempet berpikir untuk mendirikan Front Bela Hak Hidup dan Hak Asasi Kecoa (FBH3AK).

Dan akhirnya gue, Dimas, dan Hakim memberanikan diri melewati tempat penjagalan itu, tanpa melihat kesamping. Kita bertekad untuk tidak memerdulikan kecoa yang lain. Kecoa-kecoa yang membutuhkan pertolongan seperti kecoa yang tadi. Tapi kita tau bahwa nggak ada yang bisa kita lakukan untuk menolong mereka.

Gue udah sampai ke ujung jalan, dan menengok ke belakang. Gue berkata :
'Good bye, Texas Cockroaches Massacre.'

4 Comments:

vina febria syafira said...

sama kecoa aja takut bob (songong, padahal takut juga) hahaha. gue pernah megang kecoa yang udah mati terus gue suruh temen gue cowo merem terus gue taroh tuh kecoa di tangan dia, dan itu cukup ampuh untuk membuat dia nangis ga karuan hahaha.

Bobby Priambodo said...

dih, gue nggak takut! cuma geli! beneran! haha.

vina febria syafira said...

takut sama geli sama aja tauuu hahaha

Arnintya Juninda said...

hahahha gue malah TAKUUUUT bangeeet

Post a Comment

What do you think?